Pro-Kontra PTM: Antara Kebutuhan dan Kesiapan

Sumber: news.detik.com

Pemberlakuan pembelajaran tatap muka (PTM) merupakan salah satu hal yang sangat dinanti-nanti dari memulihnya pandemi. Selama pemberlakuan lockdown pembelajaran jarak jauh (PJJ) merupakan satu-satunya solusi yang bisa dilakukan dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Sayangnya, model pembelajaran ini memiliki banyak kekurangan dibandingkan PTM yang bisa mempertemukan murid dan guru secara langsung.

Sulitnya memahami materi, akses teknologi yang masih belum merata, banyaknya distraksi, serta kurangnya kontak langsung antara murid dan siswa menjadi keluhan yang umum disampaikan dari pemberlakuan PJJ. Keluhan-keluhan tersebut dibenarkan dengan banyaknya sentimen negatif terkait PJJ pada masa pandemi.

Pada masa pemulihan sekarang, PTM sudah mulai diadakan. Pertimbangan seperti turunnya tingkat penularan, tingginya vaksinasi, dan sudah mengertinya masyarakat terkait protokol kesehatan memantapkan keputusan tersebut.

Pemberlakuan PTM mendapatkan sambutan yang biasa-biasa saja pada masa sebelum penerapan. Setelah diterapkan selama satu minggu, data sosial media menunjukkan perubahan sentimen yang mayoritas menjadi bermuatan negatif. 92% sentimen bernada negatif dan sisanya netral.

Kurang terbiasanya dengan PTM, kesiapan masuk sekolah, dan alasan-alasan lain terkait siswa banyak menjadi terkait siswa banyak menjadi topik negatif terkait pemberlakuan PTM. Di sisi positif, topik-topik umumnya berisi kegembiraan dan semangat siswa menyambut PTM yang diterapkan.

Karena kebijakan PTM diberlakukan di Jakarta, opini terkait PTM terkonsentrasi di Jakarta dan kota-kota sekitarnya. Selebihnya, banyak masyarkat Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa tengah yang juga ikut membahas kebijakan ini karena adanya kedekatan wilayah dan banyaknya pelajar yang sedang merantau di Jakarta (dan sekitarnya). Banyak dari penolakan berasal dari pertimbangan kesiapan untuk merantau bersekolah, khususnya persiapan tempat tinggal dan support system lainnya.

Tidak hanya kesiapan siswa, sarana dan prasarana saja, pemerintah ibukota juga perlu mempertimbangkan potensi terkait pandemi seperti pembentukan kluster baru atau yang lainnya. Terlebih lagi, pada awal 2022 varian baru COVID-19 berhasil membalikkan keadaaan lagi dengan peningkatan yang lebih dahsyat dari gelombang pertama dan kedua COVID-19, walaupun belum banyak ditemukan kasusnya sampai saat ini di Indonesia.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on pinterest
Pinterest