Layoff Startup: Menuju Tahap Burst, atau Memang Fenomena Normal di Dunia Usaha?

2433201

Akhir-akhir ini istilah bubble burst menjadi populer di Indonesia setelah terjadi layoff di beberapa startup tanah air. Ada beberapa startup yang melakukan PHK yakni Tanihub, Zenius, LinkAja, Pahamify, dan JD.ID. Fenomena ini menimbulkan banyak tanda tanya, seperti, apakah ini merupakan tanda awal bubble burst? Apakah zaman keemasan startup sudah menemui senjanya? Dan sebagainya.

Fenomena layoff yang terjadi di banyak startup sering disebut sebagai tanda bubble burst oleh banyak sumber berita dan sebagian pengamat. Bubble burst sendiri berarti gelembung pecah. Istilah ini merujuk kepada suatu perkembangan yang sangat cepat seperti gelembung yang akhirnya pecah pada suatu momen.

Bubble burst pernah beberapa kali terjadi. Contohnya stock market crash 1929, dot com bubble pada 1990-an, dan crypto crash yang sudah terjadi beberapa kali hanya dalam satu dekade.

Dunia startup sendiri sudah bisa dibilang terlalu menggelembung karena perkembangannya yang sangat cepat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tolak ukur seperti valuasi, nilai ekonomi yang diputarkan, penyerapan tenaga kerja, dan luas pasar yang perkembangannya sangat cepat.

Banyaknya startup yang muncul disebabkan adanya perkembangan teknologi informasi dan proses digitalisasi di berbagai bidang. Para pengembang startup umumnya berusaha menawarkan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang ada, contohnya dengan integrasi. Budaya konsumtif dan ingin serba instan juga mendorong perkembangan startup yang cenderung memudahkan sesuatu berjalan semakin cepat.

Skalabilitas startup yang terbilang cukup tinggi juga menjadi salah satu faktor signifikan terhadap perkembangan dunia startup. Ide-ide brilian dari para founder dan uang yang ‘jor-joran’ dari para investor membuat bisnis ini bisa berkembang dengan sangat cepat, bahkan terkadang bisa mengubah tatanan bisnis yang sudah ada.

Walaupun banyak startup bermunculan dengan masing-masing solusi unik yang ditawarkan, persaingan antarusaha tentunya tidak terelakkan. Satu per satu startup gugur karena berbagai alasan. Mulai dari masalah permodalan, sumber daya manusia, pemasaran, sampai munculnya startup baru yang lebih inovatif.

Tidak hanya yang gugur saja yang mengalami masalah, startup yang masih tetap berdiri kokoh pun mengalaminya, salah satunya adalah ketergantungan terhadap modal eksternal.

Model bisnis startup yang berfokus pada pertumbuhan (growth) dan bukan profitabilitas membuat startup rentan terhadap goncangan eksternal. Model bisnis seperti inilah yang membuat startup harus mengkaji strategi bisnisnya jika ingin tetap survive di jangka panjang, di mana bisa saja para investor tidak menyuntik modal lagi karena sudah memikirkan profitabilitas dari investasi mereka.

Pada tahap ini, banyak startup yang sudah mengalami siklus maturity dalam dunia usaha. Jika perusahaan masih terus merugi, mereka mau tidak mau harus melakukan optimisasi dalam operasinya, salah satunya mengurangi biaya dengan melakukan PHK. Siklus maturity startup yang ada di Indonesia sudah mulai nampak dengan salah satu indikatornya yaitu layoff karena skalabilitas yang tidak sebagus saat startup awal dikembangkan.

Business Life Cycle - Understanding the 5 Different Stages
Sumber: CorporateFinanceInstitute

Terbukti, saat ini banyak berita gencar memberitakan (terkadang cukup sensasional) perihal kemungkinan bubble burst startup di Indonesia. Hal ini ditanggapi oleh pihak startup sendiri dengan berbagai penjelasan dari mereka.

Contohnya TaniHub, Zenius, dan LinkAja yang mengatakan bahwa mereka harus melakukan penyesuaian bisnis karena adanya disrupsi eksternal seperti kondisi makroekonomi dengan melakukan layoff. Alasan serupa juga diutarakan oleh Pahamify, yaitu untuk optimalisasi proses bisnis. JD.ID juga mengutarakan alasannya, yaitu untuk restrukturisasi yang tujuannya sama.

Tidak hanya pemberitaan saja. Topik PHK startup juga sangat ramai diperbincangkan di sosial media. Startup-startup yang diberitakan menjadi ramai diperbincangkan ulang di sosial media. Ada Zenius, LinkAja, SiCepat, sampai TaniHub menjadi startup yang paling ramai diperbincangkan di sosial media.

Pihak perusahaan sendiri juga banyak yang meluruskan terkait pemberitaan di media massa. Pahamify, JD.ID, dan LinkAja mengatakan bahwa pemberitaan yang ada tidak sama dengan realita di lapangan. Pemberitaan di media terlihat terlalu dibesarkan, menurut mereka.

PHK yang melanda startup tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Beberapa startup internasional juga melakukan PHK, contohnya Netflix dan Robinhood. Permasalah serupa seperti kondisi makroekonomi yang tidak pasti, stagnasi pertumbuhan, sampai permodalan menjadi alasan utama mereka melakukan PHK.

Dilansir dari berbagai macam sumber, terjadinya PHK yang dilakukan startup disebabkan beberapa faktor. Secara garis besar, faktor makroekonomi dan model bisnis startup dinilai menjadi penyebab utama banyaknya terjadi layoff.

  1. Faktor makroekonomi
  2. Model bisnis startup yang terlalu terfokus pada growth dan traction
  3. Ketergantungan terhadap investor
  4. Kebutuhan pasar yang terus berubah
  5. Market yang terkoreksi

Walaupun kini banyak terjadi layoff di startup, sejatinya ini merupakan hal yang wajar mengingat banyaknya industri lain yang juga melakukan PHK. Ribuan orang yang di PHK dari startup secara persentase sangat kecil dari banyaknya pekerja yang juga terdampak pandemi. Argumen apakah situasi layoff massal startup tentunya hanya salah satu indikator saja yang bisa digunakan untuk menuju kesimpulan terjadinya bubble burst.

Kondisi seperti ini tentunya harus menjadi cerminan dan pelajaran bagi para pengembang startup di Indonesia. Startup yang dikembangkan harus sudah mulai lebih fokus ke profitabilitas, tidak hanya growth atau traksi saja.

Selain itu, para pengelola (pengusaha) juga harus bisa menghasilkan profit yang bisa diinvestasikan kembali lewat modal ditahan.

Solusi lain juga bisa saja muncul dari siklus ini, baik itu melakukan inovasi dari model bisnis yang lama atau akan muncul model bisnis baru lagi yang membuat startup bisa berkembang dalam jangka panjang.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on pinterest
Pinterest