Dalam bernegara, integritas merupakan suatu keharusan untuk dimiliki para negarawan sebagai perwakilan dari rakyat. Sayangnya, untuk urusan ini, nampaknya Indonesia bukanlah ahlinya. Sejak sebelum berdirinya saja sudah banyak terjadi tindakan dan perilaku yang mengkhianati amanat rakyat. Karakter seperti ini dicerminkan dengan maraknya praktik korupsi di kalangan pejabat dan sudah ada sejak lama sehingga menjadi suatu hal yang nampak lumrah.
Meskipun demikian, usaha peberantasan korupsi di Indonesia bisa dibilang memiliki proses yang cukup baik dan trennya positif. Berdasarkan data KPK, terdapat tren positif dalam penindakan perkara korupsi di Indonesia. Umumnya, tingkat penindakan korupsi naik dari tahun ke tahun kecuali sejak 2019 di mana lebih sedikit penindakan yang terjadi. Dari sini kita bisa melihat sebenarnya masih banyak pihak yang optmis, peduli dan ingin memberantas korupsi di Indonesia.
Pada awal September 2022, sempat ramai pemberitaan terkait pembebasan narapidana koruptor. Setidaknya sebanyak 23 koruptor dinyatakan bebas bersyarat berkat adanya keringanan. Tentunya pembebasan bersyarat tersebut mengundang banyak kritik dari berbagai pihak mengingat koruptor sudah menjadi musuh bersama publik.
Mulai dari masyarakat luas, para pakar, KPK, dan yang lainnya mengutarakan kekecewaan mereka. Banyak yang menilai pembebasan bersyarat koruptor merupakan sebuah kemunduran pemberantasan korupsi di Indonesia.
Tim Continuum sendiri mengamati perbincangan sosial media yang hampir seluruhnya bersentimen negatif. Hal ini menunjukkan bahwa secara serempak masyarakat memang sudah tidak setuju terkait topik ini.
Dari sekian banyaknya opini, kami mendapati beberapa alasan yang diutarakan terkait ketidaksetujuan masyarakat terhadap kasus ini. Yang paling banyak adalah opini masyarakat terkait iklim politik dan hukum di Indonesia yang terlalu kondusif bagi koruptor, lalu disusul oleh topik merajalelanya korupsi, dan usulan seperti urgensi pengesahan RUU perampasan aset koruptor.
Dari banyaknya nama yang mendapatkan remisi, terdapat beberapa nama yang cukup populer dibahas di berita dan sosial media. Berdasarkan data yang didapatkan, nama mantan jaksa Pinangki menjadi persona paling banyak disorot, lalu disusul oleh Ratu Atut, Zumi Zola, dan nama-nama lainnya yang tidak terlalu populer penyebutannya (dalam data).
Referensi Lain