Harga Kedelai Naik, Tahu Tempe Jadi Langka dan Harganya Ikut Naik

Turunnya penawaran kedelai dan tingginya lonjakan permintaan menjadi penyebab utama kenaikan harga kedelai. Dengan mayoritas kebutuhan kedelai dalam negeri bersumber dari impor, perubahan harga di pasar internasional berdampak signifikan terhadap harga dalam negeri
Source: UCSF Health

Naiknya harga kedelai memberikan dampak signifikan terhadap para pengrajin tahu dan tempe di berbagai daerah. Kenaikan harga kedelai meningkatkan biaya produksi tahu dan tempe sehingga banyak pengrajin dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu antara menaikkan harga, berhenti produksi sementara sampai harga stabil, atau gulung tikar.

Turunnya penawaran kedelai dan tingginya lonjakan permintaan menjadi penyebab utama kenaikan harga kedelai. Dengan mayoritas kebutuhan kedelai dalam negeri bersumber dari impor, perubahan harga di pasar internasional berdampak signifikan terhadap harga dalam negeri. Diketahui, saat ini harga kedelai melompat dari US$12 per gantang (bushel) menjadi U$18 per gantang.

Salah satu shock pada supply kedelai terjadi karena adanya badai La Nina di Argentina dan Amerika Selatan (AS), sehingga mengganggu supply kedelai. Selain pada sisi supply, juga terjadi peningkatan permintaan yang dipicu oleh restrukturisasi peternakan hewan di China yang membutuhkan banyak pasokan kedelai. Inflasi di Amerika Serikat juga 

Di dalam negeri, naiknya harga kedelai ditanggapi oleh para pengrajin tempe dan tahu dengan pemberhentian produksi. Pemberhentian produksi disebabkan karena tidak terpenuhinya biaya harian produksi tempe dan/atau tahu. 

Ancaman untuk mogok produksi ini banyak diperbincangkan di sosial media. Dari data yang kami dapatkan, terjadi spike pada tanggal 20 sampai 24 Februari disebabkan oleh informasi mogok produksi yang dilakukan oleh pengusaha tahu tempe dari tanggal 21-23 Februari.

Banyaknya perbincangan dari pertengahan sampai akhir bulan Februari banyak berisi tentang mogok produksi dari pengrajin tahu tempe, kenaikan harga tahu tempe, kenaikan harga kedelai, dan komentar ironi ketahanan pangan di negeri agraris.

Berdasarkan data BPS, persentase impor kedelai dari total konsumsi kedelai Indonesia berkisar antara 85%-90% per tahunnya. Selain itu, komposisi impor kedelai Indonesia dari tahun ke tahun mayoritas bersumber dari AS. Sekitar 90% dari total impor kedelai bersumber dari AS.

Kedua fakta tersebut seharusnya bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk mendiversifikasi sumber kedelai dalam negeri. Angka impor yang besar dan mayoritas bersumber dari satu negara bisa ditanggapi dengan peningkatan produksi dalam negeri dan diversifikasi sumber impor kedelai. Masing-masing solusi bisa dipertimbangkan mengingat seharusnya sebagai negara agrikultur Indonesia memiliki ketahanan yang tangguh.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on pinterest
Pinterest