Digitalisasi Kementerian di Indonesia: Sudah Sejauh Mana

Sumber: syspro.com

Digitalisasi merupakan hal yang sangat krusial untuk dilakukan di masa modern sekarang. Untuk itu, pemerintah Indonesia juga sudah menyiapkan program dalam rangka mengadopsi teknologi digital baik dalam penyelenggaraan administrasi maupun program layanan yang diberikan kepada masyarakat. Adopsi teknologi digital yang dilakukan umumnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan transparansi administrasi untuk mewujudkan praktik pemerintahan yang baik (good governance).

Namun demikian, masih ada hal yang harus diperbaiki terkait adopsi digital di Indonesia. Mulai dari yang sifatnya mendasar seperti infrastruktur dan literasi sampai terlalu carut marutnya ekosistem digital di lingkup pemerintahan. 

Pada artikel ini ini, Tim Continuum Data Indonesia menyajikan ikhtisar dari IKON Report 6 yang berisi pembahasan terkait digitalisasi di lingkup pemerintahan. Pembahasan disajikan mulai dari analisis keterbukaan digital, sampai bagaimana pola antara indikator-indikator tersebut dengan anggaran dari kementerian tertentu. 

  1. Skor Keterbukaan Kementerian

Pada IKON Report edisi 6, Tim Continuum merancang dan melakukan analisis keterbukaan digital kementerian-kementerian di Indonesia. Dalam melakukan analisis, kami merancang dua komponen utama, yaitu kehadiran digital dan adopsi digital kementerian, yang masing-masingnya dipecah berdasarkan beberapa indikator lagi.

Secara keseluruhan Kementerian Kesehatan menjadi kementerian dengan skor keterbukaan paling tinggi, diikuti oleh Kementerian Dikbud Ristek, Kementerian PUPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

  1. Klaster Kementerian

Selain melakukan skoring dengan indikator-indikator yang sudah dirancang, Tim Continuum juga membuat anlisis clustering untuk mengetahui pola dalam data serta membuat rekomendasi. Berdasarkan clustering yang dilakukan, Tim Continuum menemukan adanya pola yang didasarkan pada klaster dengan empat kelompok kementerian berdasarkan indikatornya.

Berdasarkan metodi clustering, kami mendapatkan hasil sebagai berikut

Klaster-1 merupakan kementerian dengan skor adopsi digital yang sedang dan kehadiran digital yang tinggi. 

Klaster-2 merupakan kementerian dengan skor adopsi digital yang rendah namun kehadiran digital yang cukup tinggi, meskipun masih dibawah dari skor di klaster-1.

Klaster-3 bisa dikatakan sebagai klaster terbaik, karena memiliki skor adopsi paling tinggi dan kehadiran digital tinggi. Selain itu, klaster-3 juga memiliki Digital Transformation Office (DTO) yang berfungsi untuk melakukan transformasi digital di dalam lingkup kementerian.

Klaster-4 merupakan kementerian dengan skor adopsi digital yang sedang, namun skor kehadiran digital paling rendah. 

Dari plotting yang dilakukan kami mendapati bahwa secara umum, besarnya anggaran berbanding lurus dengan semakin tingginya skor keterbukaan. Namun, terdapat pada Kementerian Pertahanan dimana anggaran untuk kementerian tersebut relatif paling besar namun memiliki skor keterbukaan yang relatif rendah. 

Namun, perlu diketahui bahwa analisis kalster yang dibuat masih menggunakan data keseluruhan anggaran dan perlu diimprovisasi dengan data anggaran publikasi (atau sejenisnya) agar lebih sesuai.

Analisis dan clustering yang kami buat bermuara pada beberapa poin kesimpulan dan rekomendasi, yaitu: 

Secara umum, kami mendapati bahwa seluruh kementerian sudah cukup optimal dalam menggunakan platform digital. Hal ini dapat dilihat dari tingginya skor keterbukaan kementerian. Sayangnya, masih ada beberapa indikator seperti informasi anggaran dan perencanaan strategis, keterbaruan artikel di web, sampai interaksi sosial media masih rendah di beberapa kementerian.

Selanjutnya ada analisis klustering bermuara pada kesimpulan bahwa secara umum besaran anggaran berkorelasi positif dengan skor keterbukaan, semakin besar anggaran semakin tinggi juga skor keterbukaannya walaupun ada beberapa kementerian yang memiliki kasus khusus.

Dari hasil temuan pada penelitian ini, Tim Continuum dan Melek APBN memberikan beberapa rekomendasi.

Pertama, perlu adanya peningkatan upaya dalam melakukan adopsi digital. Tidak hanya dalam anggaran saja, program strategis untuk melakukan transformasi digital juga perlu dilakukan. Salah satu contohnya adalah DTO yang dibentuk di beberapa kementerian.

Kedua, transformasi digital yang dilakukan juga harus bersifat substantif. Saat ini, pemerintah masih terlalu fokus di level pusat dan relatifmengikuti tren. Sebagai contoh adalah lingkungan pemerintah yang cenderung membuat program dan seminar dengan penuh jargon terkait teknologi yang tidak melihat aspek substansi ataupun urgensi.

Ketiga, transformasi digital bisa dilakukan lewat beberapa cara seperti sosialisasi dan transformasi di lingkungan daerah, serta pembangunan infrastruktur digital di daerah 3T. Pada level daerah, transformasi digital sangat krusial agar masyarakat bisa lebih mendapatkan manfaatnya karena terhubung langsung dengan pelayanan sehari-hari.

Keempat, mengkonsolidasikan aplikasi digital yang dibuat oleh kementerian dan lembaga sebagai bentuk efisiensi dalam pelayanan. Semakin banyaknya layanan digital yang disediakan oleh pemerintah maka akan semakin besar anggaran yang dibutuhkan. Hal itu belum tentu mendorong aspek keterbukaan dari lembaga tersebut.

Pada akhirnya, penelitian ini masih memiliki keterbatasan data sehingga masih terdapat ruang untuk dikembangkan kedepannya. Dengan demikian, analisis keterbukaan pemerintah dapat lebih tajam untuk disajikan ke publik.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on pinterest
Pinterest