RUU KUHP Penghinaan Presiden Bisa Terkena Hukuman Penjara atau Denda, Bagaimana Tanggapan Masyarakat?

Sumber: MKRI

Draf RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) rencananya akan disahkan bulan Juli 2022. Sayangnya, masih ada pasal-pasal yang tidak selaras dengan keinginan publik, salah satunya tentang penghinaan penguasa.

Pasal-pasal tersebut dianggap membahayakan dan mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Tidak hanya persepsi publik yang sudah terlanjur buruk dalam memandang pembuat kebijakan, peristiwa-peristiwa seperti kriminalisasi oposisi yang banyak terjadi sejak republik ini didirikan membuat para pengamat dan tokoh publik bersikap skeptis.

Secara detail, pasal-pasal tersebut berisi tentang penghinaan terhadap presiden, lembaga negara, dan pemerintah secara umum.

  1. Pasal penghinaan terhadap presiden (Pasal 218, 219, 220 RKUHP)

Pasal ini diatur dalam Pasal 218 Rancangan KUHP. Sebelumnya, pasal ini pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena melanggar asas kesamaan di depan hukum dan merupakan warisan pemerintahan kolonial. Tidak hanya itu, pasal ini juga bisa saja menimbulkan konflik kepentingan dan berpotensi disalahgunakan. 

Selanjutnya, Pasal 219 yang juga berisi terkait penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dengan lebih detail:

“Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV”

Untuk mengatasi perihal masalah penindakan yang berpotensi menjadi masalah lebih lanjut, di Pasal 220 RKUHP juga ditulis tentang pihak yang bisa melaporkan, yaitu presiden dan wakil presiden.

  1. Pasal penghinaan terhadap pemerintah

Pasal 240 RKUHP mengatur tentang penghinaan terhadap pemerintah. Pasal tersebut berisi:

“Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,”

  1. Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara

Berdasarkan Pasal 353 RKUHP, penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara bisa dikenai hukuman 1 tahun 6 bulan. Selanjutnya Pasal 353 juga  menjelaskan, jika sampai menimbulkan kerusuhan dalam masyarakat, maka bisa dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak kategori III. 

Pasal 353 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara juga diperjelas di Pasal 354 RKUHP. Pasal ini berisi penjelasan tentang penghinaan melalui sarana teknologi informasi. 

“Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.”

Pasal-pasal tengang penghinaan pemerintah banyak ditentang oleh masyarakat. Salah satu alasannya adalah prosesnya yang dianggap tidak transparan. Karena hal ini, masyarakat luas merasa tidak dilibatkan dan merasa hak bersuara mereka bisa saja dibatasi, terutama dalam mengkritik pemerintah.

Meskipun begitu, secara umum publik merasa RUKHP juga mempunyai pasal-pasal yang substansial. Contohnya adalah Pasal 414 tentang mempertunjukkan alat kontrasepsi, Pasal 417 tentang perzinahan, Pasal 418 tentang kohabitasi, Pasal 432 tentang penggelandangan, Pasal 470 tentag aborsi, serta Pasal 604 tentang tindak pidana korupsi.

Berdasarkan data yang Tim Continuum gali, mayoritas masyarakat tidak setuju dengan adanya Pasal RKUHP yang berhubungan denga penghinaan pemerintah. Adapun alasannya bermacam-macam:

Terkait kontroversi pasal-pasal penghinaan penguasa, banyak warganet yang memberikan opini negatif. Umumnya, topik opini yang banyak tersebar berisi kekesalan terhadap pemerintah yang dianggap anti kritik, aturan yang masih harus diperjelas, aturan yang dianggap bisa salah sasaran dan mengenai banyak orang, aturan yang dianggap digunakan untuk membungkam, sampai kekecewaan masyarakat karena bisa saja nantinya kesulitan mengkritik padahal banyak penguasa yang tidak menepati janjinya.

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on pinterest
Pinterest